Sekuritisasi isu pasca-BBM
Satu minggu setelah saya pulang dari Singapore, tepatnya tanggal 24 Mei 2008 malam, pemerintahan Yudhoyono yang diwakili oleh Menkeu Sri Mulyani, Menteri ESDM Yusgiantoro, dan Menkokesra Bakrie mengumumkan kenaikan harga BBM sebesar 28.7% khususnya untuk premium: dari harga 4500 menjadi 6000 rupiah per liter.
Sontak malam itu juga, kebijakan anti-rakyat itu disambut dengan unjuk rasa berbagai kalangan khususnya mahasiswa dan berakhir dengan ‘perang’ batu dan botol antara polisi anti huru-hara dengan mahasiswa UNAS. Unjuk rasa di berbagai kota setelahnya oleh mahasiswa, buruh, maupun lapisan sosial lainnya tuntutannya tunggal: tolak kenaikan harga BBM yang dilakukan rejim Yudhoyono ini.
Selama satu minggu setelah pengumuman oleh para menteri itu (I was wondering if Yudhoyono himself should have been at the front in announcing the price hike – but I realized that he would never dare to use his own hands to clear the problems. Let the ministers and others do the risky jobs while he enjoys watching), situasi sosial pun memanas karena demontrasi di berbagai kota. Bentrok polisi vs mahasiswa, penyegelan kantor Pertamina, penyetopan truk tanki BBM, dan aksi damai lainnya mewarnai berita media massa – koran dan televisi.
Tetapi seketika itu pula, saya menyaksikan agenda yang luar biasa jahat yang dilakukan oleh pemerintahan Yudhoyono ini. Sejak pengumuman kenaikan harga BBM itu, berita di berbagai koran dan televisi langsung disorot habis-habisan dari sisi keamanan. Demo mahasiswa dikriminalisasi (katanya mahasiswa yang memulai bentrok, ganja dan granat ditemukan di kampus). Gerakan mereka dibilang disusupi elit yang jadi musuh politik presiden sekarang. Pendek kata, mahasiswa sudah seperti preman katanya.
Alhasil, opini masyarakat pun mengolok-olok gerakan mereka: “bisanya demo”, “daripada demo mbok bikin konsep”, “solusinya dong”, dan lain sebagainya. Dalam hati saya berkata, Lha kalau mahasiswa suruh bikin konsep, bikin solusi, sampai dengan kebijakannya, nggak usah ada pemerintahan saja sekalian. Itu semua kan tugas dasar pemerintah! Logika dalam opini publik tadi memang terlihat “mulia” tetapi sebenarnya sudah dipermainkan pemerintah yang tidak mau dibilang anti-rakyat dengan menaikkan harga BBM.
Sejak mahasiswa dikriminalisasi demikian, berbagai berita di koran dan terutama di televisi menjadi semakin menyesatkan. Saya melihat ada sekuritisasi isu pasca kenaikan harga BBM yang sangat jahat itu. Artinya, segala informasi dan opini publik pasca kenaikan itu digiring dengan sistematik agar orang-orang (khususnya kelas menengah ke bawah yang pada nonton televisi) lupa dan memaklumkan perilaku jahat pemerintahan Yudhoyono yang telah berdusta kepada rakyat dengan dimunculkan kejadian dan peristiwa yang ujung-ujungnya ingin mengatakan “ada isu lebih penting daripada ngurusi naiknya BBM yaitu soal keamanan”.
Sekonyong-konyong, seminggu setelah protes BBM semakin santer di berbagai kota, tanggal 1 Juni lalu terciptalah penyesatan isu oleh pemerintah (yang dijalankan oleh media massa) dengan dramatisasi kejadian Monas antara FPI vs AKKBB. Benar saja, sejak itu bahkan sampai sekarang, media masih mencoba menjual dan mendramatisasi habis-habisan isu “kekerasan”-nya FPI dan nasib Ahmadiyah – persoalan agama yang tidak pernah tuntas dibahas. Orang pun banyak berdebat. Ada yang pro FPI, pro AKKBB, pro Ahmadiyah, dan kekerasan demi kekerasan pun bergulir. Persis seperti harapan pemerintah karena kemudian orang lupa soal BBM. Dengan adanya “kekerasan” FPI, orang akan berpikir “wah benar juga, ternyata kita harus dukung pemerintah agar negara aman dan hukum tegak untuk mengusut kekerasan oleh siapapun dimanapun”.
Sekuritisasi pertama sukses. (Sekuritisasi di sini juga boleh dimaknai sebagai penyesatan). Tidak berhenti pada FPI. Pemerintahan Yudhoyono masih belum puas menyesatkan rakyatnya. Ditengah isu FPI mulai meredup (dan Munarman sudah menyerahkan diri ke polisi dan anehnya tidak pernah muncul lagi), Deplu RI menyulut ‘perang’ dengan Malaysia atas kasus helipad Malaysia di Kalimantan.
Helipad Malaysia di daerah perbatasan diprotes karena dianggap “ancaman” keamanan nasional dan melanggar perjanjian SOSEK MALINDO yang sudah lama dijalankan. Membidik Malaysia memang cara mudah untuk menyesatkan isu BBM. Selain Malaysia sendiri yang akhir-akhir ini selalu bermasalah dengan Indonesia (TKI ilegal, serdadu bayaran asal Indonesia, lagu rasa sayange, Sipadan-Ligitan),
menyulut ‘perang’ dengan Malaysia dikira akan menggerakkan orang-orang yang sudah sengsara karena BBM naik menjadi patriotik untuk “Bela negara Indonesia”.
Sampai sekarang Yudhoyono tampaknya masih berharap sekuritisasi (lagi, bisa dibaca sebagai penyesatan) dengan cara mengkriminalisasi Malaysia bisa membakar emosi warga. Syukur-syukur cap jempol darah seperti tahun 2005 lalu pada kasus Ambalat.
Sementara sekuritisasi kedua sedang berjalan, media massa mulai menggerojok dengan isu kekerasan lainnya baik itu gang Nero asal Semarang, kekerasan di STIP gaya STPDN, dan entah apalagi kalau-kalau isu helipad jadi layu sebelum berkembang besar.
Betapa sebenarnya pemerintahan Yudhoyono (yang tampaknya juga disengaja digawangi oleh media massa besar – terutama mereka yang dekat dengan sang presiden seperti MNC, Bakrie, dan Para group) telah berbuat jahat sengaja menyesatkan pikiran masyarakat yang sudah ditindasnya karena kesusahan BBM lewat pencekokan isu-isu palsu seperti kekerasan FPI, ancaman Malaysia, premanisme pelajar a la Nero dan STIP, dan entah apalagi.
Kalau mau sedikit mengingat-ingat jahatnya presiden bernama Yudhoyono beserta aparatusnya ini, kita bisa menyimpulkan bahwa setiap kenaikan harga BBM sejak tahun 2005, selalu saja ditutup oleh isu keamanan yang “gawat”. Maret 2005, begitu BBM naik, isu Ambalat ditiupkan dan berhasil membakar emosi orang hingga rela bercap jempol darah. Koran dan TV pun senang – bad news is good news. Oktober 2005, begitu BBM naik 128%, rumah Azahari di bom oleh Densus 88 (tanpa kita pernah tahu apa betul Azahari ada dan bentuknya seperti apa). Lagi, media pun senang karena bisa bikin film dokumenter.
Semua itu palsu! Mari kita sadar, BBM Naik adalah kejahatan rejim ini – Yudhoyono adalah presiden negeri ini yang paling jahat karena hanya dalam tiga tahun BBM naik 4000%! Jangan sampai kita dijebak pemerintahan Yudhoyono dan media massa sebagai corongnya dengan isu kekerasan dan ancaman ini itu.
22 June 2008 at 2.57 PM
you know in venezuela. one litre of gasoline costs 200 rupiah if converted to indonesian rupiah. indonesia should be able to do that too since we are oil producer. just how ridiculously stupid the govt of Indonesia hikes up the price of our OIL like crazy and imports oil from foreign.
23 June 2008 at 4.51 PM
Hanafi, setiap kali saya berpikir seperti yang kamu pikirkan, aku kok tidak puas ya.
Pertama, saya sendiri tidak yakin bahwa semua ini murni atas rekayasa dari pemerintahan SBY-JK. Ada kemungkinan besar ini rekayasa negara adidaya yang pasti kamu sudah tahu negara apa.
Kedua, kok gerakan sosial kita juga seolah tidak merespon persoalan dengan lebih jernih. Malah terlibat menjadi aktor yang mengikuti skenario yang dirancang oleh Pemerintah (atau pihak asing itu?).
Ketiga, dasarnya masyarakat kita cepat lupa, naiknya sampai 4000% kan ga pernah mampir lama di kepala orang kebanyakan.
Lalu gimana selanjutnya? Sudah dekat pemilu lagi nih.
24 June 2008 at 12.51 PM
good analysis Mas Han. Btw, where are u now? still in s’pore or jogja? will u be in jogja this august?
30 June 2008 at 12.14 PM
@ tasniem, one thing ridiculous is that indonesia is “by default” an oil-rich country yet it acts as if it is in the same situation as in oil-poor countries such as malaysia, china, and the rest.
@ herman, nice to get to know you pak herman. “gimana selanjutnya?”, ya jangan pilih presiden penghamba amerika dan penindas rakyatnya sendiri seperti yang sekarang ini, pak. itu cara yang sabar karena mau nggak mau harus kita harus nunggu pemilu tahun depan. kalau ternyata subayu terpilih lagi, ya nunggu lagi lima tahun lagi. (btw keburu “kasep”, kan?). nah, kalau mau cara kilat ya revolusi hingga ketahuan mana yang berani dalam front perlawanan, mana yang pengecut (biasanya ini yang banyak), dan mana yang memang jadi musuh rakyat (presiden, ajudan, dan para penjilatnya).
@thea, udah home sweet home thea. insya allah bisa ketemuan agustus deh. keep in touch.
3 July 2008 at 8.06 AM
mas, i’d like to invite you to attend my wedding on the first week of august. still clueless where i should send the invitation:D
10 July 2008 at 2.10 PM
Hai mas, panjang ngebacanya. Cuma sih menurut yang saya tau dan saya dengar, kita memang kekurangan teknologi untuk mengolah minyak, sehingga kita hanya diperbudak oleh perusahaan pengolah minyak asing di negara ini.
Saya baru tau bahwasanya perusahaan asing seperti caltx, exxon, dll yang mengolah minyak di negara ini semua biaya operasional ditanggung oleh pemerintah melalui BPMIGAS, jadi mereka hanya menyediakan teknologi. Kebayang wajar harga minyak di negara kita mahal. Malah bisa-bisa kita ga bisa dibilang negara penghasil minyak kalo begitu caranya. Yang jadi pertanyaan saya kalo memang sistem sekarang seperti itu, kenapa kita ga beli teknologinya aja ya.
22 July 2008 at 6.17 PM
Untuk Doli,
Beberapa waktu lalu saya ngobrol dengan peneliti LIPI di bidang teknologi informasi. Dia katakan, banyak peralatan yang menjadi bahan untuk membuat semacam “pabrik” guna mengolah sumber daya alam kita tidak boleh kita miliki. Pernah satu ketika, ada yang ingin membuat perangkat IT di tanah air, membeli beberapa bahan bakunya di Singapura. Ketika akan membeli lagi untuk memperbanyak peralatan teknologi itu di tanah air, vendor di Singapura langsung mengatakan kalau mereka tidak bisa lagi menjualnya untuk orang Indonesia. “Harus mendapat izin dari Amerika dulu, baru kami bisa menjualnya pada Anda”, demikian infromasinya.
Jelas, kita sudah dibuat hanya mampu menjadi pembeli dan selalu bisa dikendali oleh asing.
Mengenai campur tangan Amerika dalam pengaturan migas, USAID sendiri bahkan mengakuinya. Silahkan baca data sheet dari website mereka di disini.
24 August 2008 at 2.37 PM
Assalamualaikum Pak Hanafi
Saya mahasiswa baru HI 2008…
Ingin urun pendapat saja…
persoalan Ahmadiyah seharusnya memang memerlukan penanganan dari pemerintah… TIdak mungkin jika dibiarkan menjadi floating discourse, karena persoalan ini akan memicu gelombang anarkisme lanjutan…
Isu BBM memang telah melenakan kita, tetapi kita mesti ingat bahwa yang menjadi kewajiban pemerintah bukanlah dengan kebijakan ad-hoc macam BLT atau kompensasi lain, karena harga minyak dunia rawan dan sangat fluktuatif…
Seharusnya, yang menjadi fokus kebijakan adalah bagaimana mengoptimalkan hasil tambang yang ada di negara kita, karena walau bagaimanapun persoalan minyak berawal dari persoalan produksi… kalau produksi minyak diserahkan kepada Exxon, Chevron, dan lain-lain, pemerintah artinya telah melanggar Pasal 33 UUD 1945..
Juga, pemerintah jangan sampai mengalihkan masalah dengan masalah lain, persoalan BBM bukan salah rakyat yang terlalu boros, ini juga kesalahan pemerintah yang gagal mengelola produksi minyak nasional…
Mohon maaf kalau ada salah kata, maklum mahasiswa baru…
Wassalam
2 September 2008 at 11.02 AM
saya kira kebijakan menaikan BBM adalah salah satu bentuk ‘kepanikan & frustasi’ SBY-JK mengelola negara. Sehingga kebijakan2 yg diambil tdk lagi berasal dari ‘kejernihan’ memimpin dan ‘scientific perspective’, tp lbh karena emosional, panic dan ‘politis’, karena secara data saja begitu banyak alasan yg dapat dikemukakan tentang kegagalan alibi menaikan BBM ini untuk menutupi defisit anggaran pemerintah, lihat tulisannya pak kwik di ‘ kebijakan ekonomi politik dan hilangnya nalar’ serta ‘pikiran yang terkorupsi’.
Secara makro maupun mikro , kenaikan BBM apalagi kesekian kalinya, telah gagal dan tidak masuk akal…
Mas ..bambang..om JK…apa yg sebenarnya kalian cari..???
23 September 2008 at 10.00 AM
bagus..bagus…
16 November 2008 at 5.51 AM
Salut dengan tulisannya, salam kenal…silahkan mampir diblog saya mas…www.aguswibowo82.co.cc
27 January 2009 at 5.23 AM
Buat tulisan yang lebih tendensius lagi mas, biar masyarakat tidak lebih dibodohi lagi.
Terima kasih . salam kenal.
27 January 2009 at 5.27 PM
Wah, mas hanafi yo nduwe blog to… tapi kok ga da tulisan lagi… terlalu sibuk mengajar ya mas?
5 October 2009 at 2.47 PM
Mas Hanafi, dengan himbauan anda untuk tdk memilih lagi sby yg anda kategorikan sabagai pemimpin yg jahat, I’m wondering bagaimana komentar/justifikasi anda tentang pak Amien Rais yg mendukung sby pada pilpres yg lalu (2009)?
Looking forward for your reply.
Cheers,
18 March 2010 at 10.55 PM
Mas Han, untuk kepemimpinan jilid dua ini tentu penyempurnaan kejahatan yg diperbuatnya, kita bisa lihat bagaimana sby melindungi konglomerat hitam yg sedang dalam proses hukum,bukan?
9 April 2015 at 10.20 AM
SEKARANG 2015 jokowi malah naik turun naik turun tuh BBM kayak naik kereta api aja
17 June 2015 at 4.16 PM
enak sist kalo naik turun kereta api asala gak muntah hehehe