Pasca kematian Bhutto di penghujung akhir tahun lalu, nasib Pakistan dipastikan akan semakin volatile. Negara muslim terbesar di dunia setelah Indonesia ini umumnya terdiri dari muslim moderat. Partai PPP, beraliran moderat, yang dipimpin oleh dinasti Bhutto terbukti selalu menjadi pemenang pemilu sebelum akhirnya selalu dikudeta oleh tentara. Praktis, suara anti-diktator dan anti-ekstremisme yang didengungkan oleh PPP akan selalu menjadi “hantu” bagi kelangsungan hidup rejim Musharraf dan juga jaringan teroris berbasis Taliban & Al-Qaeda. Kudeta tentara sejak zaman berdirinya Pakistan adalah kebencian tak berkesudahan tentara terhadap partai-partai politik. Dewasa ini, berbagai ledakan bom di perbatasan Afghanistan maupun di jantung-jantung kota di Pakistan memperparah situasi.
Maka konflik dan ketegangan politik yang melanda Pakistan berakar pada pertentangan antara kelompok Islam moderat, rejim, dan para teroris ini. Yang disebut terakhir ini bahkan tidak lagi sebagai entitas tersendiri yang mudah diidentifikasi secara hitam putih. Spirit ekstrimisme sudah menyublim dalam lembaga militer Pakistan. Bukti nyata, 30% tentara Pakistan adalah dari suku Pashtun, etnis di Pakistan yang memahami Islam dengan cara pandang Taliban: anti perempuan tampil di ranah publik, anti-Barat karena mereka semua kafir harbi, kekerasan adalah jihad, dan lain sebagainya.